GorutPemkab Gorut

Thariq Kritik Sistem Pendidikan Indonesia

299
×

Thariq Kritik Sistem Pendidikan Indonesia

Sebarkan artikel ini
Bimtek implementasi Muatan Lokal (Mulok) dalam Kurikulum Merdeka Belajar bagi Kepala SD se- Kabupaten Gorut yang diselenggarakan Dinas Pendidikan Gorut. (Foto : hmskominfo_gorut)

GORUT (RAGORO) – Sebelum kurikulum merdeka belajar lahir, Bupati Gorontalo Utara (Gorut), Thariq Modanggu ternyata pernah mengkritik sistem pendidikan di Indonesia.

Dan kritikan itu kembali dilontarkan orang nomor satu di Kabupaten Gorut ini saat didaulat membuka Bimbingan Teknis (Bimtek) implementasi Muatan Lokal (Mulok) dalam Kurikulum Merdeka Belajar bagi Kepala SD se- Kabupaten Gorut, di salah satu ruang pertemuan Hotel Maqna, Kota Gorontalo, Senin (11/7) kemarin.

Thariq menyebut, seorang konsultan manajemen asal Amerika Serikat, Peter F Drucker pernah mengatakan dalam teorinya
“Tidak ada prestasi yang luar biasa yang dibangun di atas kelemahan yang ditutupi”

“Sebelum kurikulum merdeka ini ada, teori ini masih berlaku. Jadi, pendidikan kita masih pada bagaimana menutupi kelemahan,” ujar Thariq.

“Sehingga dari 10 ribu siswa, susah kita menemukan 1 (satu) yang hebat menggambar, 1 (satu) hebat menulis, bikin cerpen atau tulisan ilmiah,” lanjutnya.

Menurut Thariq, kurikulum pendidikan terdahulu di Indonesia, sibuk pada kelemahan siswa. Misalnya, siswa yang tidak bisa berhitung dipaksa berhitung, bagaimana caranya.

“Termasuk komunikasi dengan orang tua siswa lebih pada hal-hal yang negatif. Kekurangan yang dibahas, jarang sekali kita bicara soal kelebihan,” imbuhnya.

Dan karena hal tersebut, kata Thariq, dirinya sewaktu menyelesaikan pendidikan Strata Dua (S2) di Makassar, dalam tesisnya mengusung konsep pendidikan Islam berbasis teologi pembebasan.

Di mana, dirinya banyak mengeksplore pemikiran Paulo Freire dari Amerika Latin, kemudian Asghar Ali Engineer dari India.

“Intinya kritik terhadap pendidikan. Kritik terhadap pendidikan di Indonesia. Jadi, sebagaimana teori Paulo Freire, pendidikan pembebasan atau pendidikan yang membebaskan. Sehingga mungkin istilah sekarang merdeka belajar,” jelasnya.

Sehingga kaitan dengan Bimtek tersebut yang mengusung soal Muatan Lokal dan Kurikulum Merdeka Belajar, Thariq memberikan gambaran singkat mengenai ide pemikirannya.

Menurut Thariq, Muatan Lokal tentu berbicara soal local wisdom (kearifan lokal) atau nilai-nilai lokal dan local need (kebutuhan lokal).

“Kearifan lokal tentu kaitan dengan pengetahuan-pengetahuan lokal, budaya lokal, termasuk didalamnya bahasa, seni atau apa saja yang ada kaitan dengan kearifan lokal yang ada di Gorontalo Utara,” urainya.

Sementara local need lebih pada apa kebutuhan lokal yang butuhkan di Gorontalo Utara. Apa sebenarnya kondisi Gorontalo Utara.

“Ini yang akan kita lihat pada konteks Muatan Lokal,” ujarnya.

Selanjutnya masih kaitan dengan itu, siapa yang kemudian akan merumuskan atau menetapkan Muatan Lokal.

“Lalu apa saja Muatan Lokal yang ada di Gorontalo Utara. Apakah misalnya satu Gorontalo Utara ditetapkan secara keseluruhan atau masing-masing sekolah menetapkan apa kearifan lokal yang diolah,” imbuhnya.

Sehingga bagi Thariq, pada aspek Muatan Lokal, di samping dilaksanakan Bimtek, setelah ini ada Rencana Tindak Lanjut (RTL).

“Mungkin satu dua bulan ke depan dievaluasi apa yang sudah dilakukan di tingkat lokal masing-masing, setelah itu dibahas bersama-sama,” kata Thariq.

Sehingga ada poin-poin yang diinjeksi atau diintegrasikan ke dalam Kurikulum Merdeka Belajar.

Ada dua aspek. Yang pertama, eksplorasi materi pembelajaran.

“Ini untuk pendalaman. Karena Kurikulum Merdeka Belajar ini tidak terikat dengan KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) yang harus dipenuhi, penjurusan-penjurusan tidak ada lagi, kecuali ada standar waktu sekian lama,” terangnya.

Kedua, membedah minat siswa, agar bakat dan minat siswa dimaksimalkan.

“Jadi, jangan sampai minat bakat siswa ini tergantung hobby atau kebiasaan guru. Artinya, tidak sesuai dengan apa yang menjadi hasrat atau kemampuan siswa,” tukasnya.

“Nah, nantinya antara eksplorasi materi pembelajaran dan minat siswa, itu yang perlu dirumuskan dengan RTL,” papar Thariq. (RG-56)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *