Editor : Sahril Rasid
GORONTALO (RGNEWS.COM)—Akademisi Universitas Negeri Gorontalo (UNG) Prof Dr Rauf Hatu menilai sikap mendagri menghentikan bantuan sosial (Bansos) di Gorontalo dan daerah lainnya di Indonesia terkait pemilihan kepala daerah serentak merupakan proses reformasi pemerintah dalam penegakan demokrasi.
Namun disatu sisi ia juga menyayangkan kenapa masyarakat kecil yang harus dikorban dalam agenda politik.
“ Penghentian sementara penyaluran bansos, bisa dimengerti dan dipahami sebagai bentuk reformasi dijajaran birokrasi, Terkait politisisasi Bansos yang menguntungkan incumben ataupun tokoh politik yang memiliki akses kekuasaan,’ kata Rauf Hatu kepada wartawan rgnews.com.
Menurutnya, dengan penghentian bansos dari dana APBD, tidak memberikan ruang adanya politisasi bantuan negara untuk kepentingan politik.
Hanya saja, kata guru besar UNG tersebut, kebijakan ini merugikan pemerintah dan masyarakat yang benar benar membutuhkan bantuan tersebut.
Kenapa ?
“ Jangan sampai dengan adanya penghentian sementara penyaluran bansos, bisa mempengaruhi resapan anggaran di jajaran pemerintah, mengigat sekarang ini dipenghujung tahun,’ kata Rauf Hatu.
Disatu sisi, masyarakat yang berhak penerima bantuan ini menjadi ‘korban’ dari sebuah kebijakan yang hanya berpihak pada kalangan politisi.
Lalu apa sebaiknya dilakukan ?
Rauf Hatu menegaskan, ke depan. Mestinya diciptakan satu system penyaluran yang murni bantuan ini tidak ada kaitanya dengan kepentingan politik.
Kalau saya analisa, ada kekuatiran dari mendagri jangan sampai ada gugatan terkait dengan penyaluran bantuan social. Jika hanya kekuatiran seperti ini. Maka saya lebih setuju, jika regulasi pilkada yang harus direformasi.
“ Bisa saja calon kepala daerah mengundurkan diri dari jabatan. Misalnya ada incumben kepala daerah mencalonkan diri mestinya tidak cuti, tapi mundur dari jabatan, seperti halnya anggota legislatif,’ ujar Rauf Hatu.
Dengan cara mundur, mestinya bisa menjaga marwah birokrasi, tidak dipengaruhi oleh agenda politik.
Demikian juga dengan penentuan Pj kepala daerah tanpa ada intervensi politik tapi murni ditetapkan oleh pemerintah, sehingga tidak ada kecurigaan jika pj kepala daerah bertugas ganda.
Jika itu terjadi, maka apartur sipil negara tidak punya beban moril terhadap atasnya.
“ Apalagi bantuan social ini sejak awalkan sudah terprogram dan aparatur sipil negara, sudah disumpah dan dilarang untuk berpolitik praktis,” ujar guru besar tersebut.
Tinggal, pengawasan harus jauh lebih ketat.
“ Disinilah fungsi pengawasan Bawaslu dan aparat kepolisian mengawasi penyaluran bantuan, “ tegasanya.
Namun demikian, ia sangat respek dengan sikap dan kebijakan Mendagri menghentikan bansos sementara waktu. Sekalipun penghentian ini baru terjadi beberapa pekan menjelang pelaksanaan pilkada ****