Oleh: Fory Armin Naway
Guru Besar FIP UNG dan Ketua ICMI Kabupaten Gorontalo
ISTILAH “Paranoid” sudah tidak asing lagi dalam kehidupan masyarakat modern saat ini. Istilah ini merupakan penggambaran tentang kondisi kejiwaan dan kepribadian seseorang yang cenderung menyimpang dari norma-norma yang berlaku.
Bahkan para pakar psikologi menempatkan Paranoid sebagai sebuah penyakit yang harus segera diobati dan dipulihkan jika menimpa pada seseorang. Menurut Zakiah Darajat dalam sebuah artikelnya, Paranoid adalah penyakitalam kehidupan bermasyarakat, penyakit ini sangat berbahaya, karena menjadi sumber konflik dan keributan di tengah masyarakat, baik antar saudara, teman, sahabat maupun antar tetangga dan sebagainya. Karena merupakan sebuah penyakit kejiwaan atau kepribadian yang menyimpang, maka diperlukan sebuah tindakan untuk deteksi dini terhadap seseorang yang menunjukkan gejala-gejala paranoid.
Diantaranya menunjukkan ciri-ciri diantaranya ; “Delusi” yakni suatu pemikiran yang salah terhadap seseorang, baik sahabatnya sendiri, tetangga sendiri atau bahkan keluarganya sendiri.
Delusi adalah sebuah syndrom yang disebabkan oleh penyimpangan pikiran bahwa seolah-olah ia berada di tengah-tengah “orang jahat” yang akan mencelakainya, menganiaya dirinya dan atau berniat buruk padanya. Artinya, orang yang mengidap syndrom delusi selalu “berpikir negatif” kepada orang lain.
Apalagi jika kemudian, orang yang dipandangnya negatif itu berbuat khilaf atau kesalahan sedikit, maka hal itu menjadi rujukannya seumur hidup bahwa orang itu “tidak benar”.
Gejala delusi lainnya yang lebih spesifik sehingga seseorang menjadi paranoid adalah, keras kepala, yakni, meski sikap, tindakan dan perbuatannya salah di mata orang lain, tapi baginya itu adalah benar.
Dengan begitu ia bersikukuh untuk tidak mau mengakui kesalahan dan kekurangannya, selalu melempar kesalahan pada orang lain. Gejala “Paranoid” lainnya adalah,kecenderungan melimpahkan atau melempar kegagalan dan kekurangan serta ketidakmampuannya pada orang lain. Bahkan baginya, kegagalannya akibat ulah si A atau si B dan sebagainya.
Bagi orang yang paranoid, menutupi kesalahan dan ketidakmampuannya adalah mutlak dilakukan dan melempar kesalahan pada orang lain. Jadi orang yang mengidap gejala “Paranoid” sangat berkeyakinan dan percaya bahwa dirinya mempunyai kemampuan dan kecerdasan yang luar biasa, memiliki kelebihan yang tidak dimiliki oleh orang lain, sehingga memandang orang lain selalu iri hati, dengki dan hasut kepadanya.
Itulah sebabnya, ia selalu was-was bahwa orang-orang itu akan mencelakai dan menjatuhkannya. Pada umumnya, seseorang yang paranoid sangat sulit bekerja dalam tim. Jika ia menjadi karyawan perusahaan misalnya, ia cenderung melawan atasan atau tidak patuh pada pimpinannya, karena ia merasa “lebih hebat” dari pimpinannya itu.
Dengan kata lain, orang yang mengidap paranoid itu, ketika berhasil ia bangga pada dirinya sendiri, keberhasilannya semata-mata karena kehebatan dirinya dan bukan karena orang lain. Sebaliknya, ketika dia gagal, maka ia akan menuding orang lain sebagai penyebab kegagalannya itu.
Dari berbagai ciri dan indikator tersebut, maka dapat disimpulkan, bahwa Paranoid adalah sebuah penyakit berbahaya yang membutuhkan tindakan terapi kejiwaan yang komprehensif, tidak hanya diterapi dari sudut pandang kesehatan secara kejiwaan, tapi juga terapi secara anatomis.
Dari berbagai hasil riset yang dilakukan oleh para ahli menunjukkan, bahwa Paranoid, tidak hanya disebabkan oleh kurangnya asupan pendidikan karakter dan pendidikan agama yang diperoleh dari bangku pendidikan dan dari lingkungan keluarga, tapi juga terdapat faktor X yang menjadi penyebab, diantaranya “paranoia”akibat penggunaan zat adiktif atau narkotika serta minuman keras dalam jangka waktu yang lama.
Itulah sebabnya, narkotika termasuk minuman keras, disebut sangat berbahaya, bukan saja karena seseorang akan kehilangan “akal sehat sesaat”, tapi juga kehilangan akal sehat akibat zat-zat adiktif yang dikonsumsinya tersebut telah merusak organ-organ vital seperti otak yang secara permanen dapat berpengaruh terhadap alam berpikirnya.
Oleh karena itu, sebagai sebuah penyakit kejiwaan dan penyimpangan alam berpikir, maka Paranoid dapat dipandang sebagai sebuah ancaman yang patut diwaspadai, terutama di lingkungan keluarga untuk selalu menaruh perhatian terhadap perubahan sikap dan perilaku anak-anaknya di rumah.
Hal itu penting untuk deteksi dini dan cegah dini, jangan sampai syndrom “paranoia” ini dapat menyerang anggota keluarga kita. Bagaimanapun, paranoid adalah jenis penyakit kejiwaan dan penyimpangan kepribadian yang tidak dikeluhkan oleh “si penderita” seperti penyakit atau gangguan kesehatan lainnya, tapi akan mengancam masa depannya dan menjadi sumber persoalan sosial di kemudian hari.
Dari uraian singkat di atas, maka tidak mengherankan jika dalam sistem rekrutmen karyawan di perusahaan-perusahaan berskala nasional, termasuk BUMN dan instansi pemerintah lainnya, salah satu instrumen yang diuji dan diberlakukan adalah “Tes Psikologi” untuk mendeteksi kejiwaan calon karyawan dan pegawai apakah sehat atau tidak.
Hal itu penting, karena kesehatan jiwa akan melahirkan kepribadian yang baik yang dapat menunjang terwujudnya kinerja yang baik. Paranoid dengan demikian menjadi musuh bagi mereka yang mengandalkan “akal sehat” yang menjadi resistensi dalam kehidupan sosial kemasyarakatan. Waspadalah. (*).