Editor : Sahril Rasid
JAKARTA (RG.COM)– Wakil Ketua DPR RI Bidang Korinbang, Rachmat Gobel mengkritik pemerintah terkait rencana penerapan bea impor tambahan terhadap sejumlah produk impor.
“ Dengan kebijakan ini akan memberikan pekerjaan tambahan kepada pelaku industri dalam negeri, sementara barang impor jalan terus dan sudah masuk ke pasar,” Tegas Rachmat Gobel, Selasa, 9 Juli 2024 kemarin.
Rachmat Gobel sendiri mempertanyakan efektivitas regulasi pengenaan bea impor tambahan tersebut.
Karena hal itu akan memaksa pelaku industri di Indonesia harus mendaftarkan kasusnya di KPPI dan KADI.
“Ini namanya pelaku industri harus bekerja di luar tugasnya membuat barang. Padahal pengaduannya belum tentu diterima dan prosesnya pun lama,” katanya.
Selain itu, Gobel mengingatkan agar pemerintah mempelajari bagaimana negara-negara yang berpenduduk besar melindungi dan membangun industri di dalam negerinya.
“Mereka sangat canggih dalam menerapkan nontariff barrier (NTB). Negara berpenduduk besar seperti Indonesia merupakan target market yang menggiurkan,” katanya.
Karena itu, untuk mengatasi masalah ini, pemerintah agar kembali ke regulasi seperti yang diatur di Permendag No 7 Tahun 2024. “Ini cara yang paling ampuh dan efisien,” katanya.
Gobel mengatakan, pelaku industri dan pemerintah itu memiliki tugas masing-masing.
“Pelaku industri tugasnya membuat barang dan membangun industri yang berkualitas, menciptakan lapangan kerja, dan menanamkan modalnya.
Tugas pemerintah adalah bagaimana agar industri tumbuh sehat, pekerjanya terjamin dan sejahtera, dan melindungi industri dari serbuan impor.
Jangan pelaku industri disuruh berkelahi di luar tupoksinya lalu pemerintah jadi penonton,” katanya.
“tujuan dan hasil produksinya yang terbesarnya untuk dikirim ke Indonesia. Jika mereka bersungguh-sungguh mestinya bikin industrinya di Indonesia. Jangan di negara tetangga. Masa ada pejabat Indonesia yang membela praktik yang seperti itu. Di mana nasionalismenya?
Di mana rasa cinta Tanah Airnya? Di mana letak Pancasila nya? Jangan ngaku-ngaku nasionalis, cinta Tanah Air, dan pembela Pancasila jika justru menjadi kaki tangan dan kepentingan negara lain,” katanya.
Lebih lanjut Gobel menegaskan, justru tugas para pejabat adalah menarik investor asing untuk menanamkan modalnya di Indonesia dan mendirikan industrinya di Indonesia.
banyak dampak yang bisa dinikmati akibat masuknya investasi tersebut.
Pertama, menciptakan lapangan kerja dan mengurangi pengangguran. Kedua, memberikan kemampuan dan pengalaman bagi sumberdaya manusia Indonesia untuk mempraktikkan transfer of technology melalui peningkatan kemampuan know how dan transfer of skill.
Ketiga, memperbesar kapasitas ekonomi nasional. Keempat, membangun kemandirian ekonomi nasional. Kelima, meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Keenam, bagian dari upaya melengkapi ekosistem ekonomi nasional. Ketujuh, menciptakan harapan bagi generasi muda terhadap masa depannya.
Gobel juga kembali mengingatkan tentang undang-undang omnibus law Cipta Lapangan Kerja yang digagas pemerintah dan disambut dengan cepat oleh DPR RI.
“Tujuan dari hadirnya UU Ciptaker adalah untuk memberikan kemudahan investasi dan menciptakan lapangan kerja. Kita semua sangat antusias menyambutnya. Tapi sekarang tiba-tiba ada yang sudah lupa dengan ucapan dan tindakannya sendiri. Terjadi amnesia atau pura-pura lupa,” katanya.
Saat ini, kata Gobel, dunia sedang dihadapkan pada kontraksi ekonomi global dan persaingan ketat antarnegara.
“Setiap negara sedang berjuang mempertahankan ekonomi nasionalnya masing-masing, menjaga pertumbuhan ekonominya, menciptakan lapangan kerja, dan sebagainya. Tak cukup hanya pinter, tapi harus pinter-pinter,” katanya.
Salah satu kekuataan Indonesia, kata Gobel, adalah stabilitas politik yang terjaga berkat kepemimpinan Presiden Joko Widodo dan pasar Indonesia yang cukup besar.
“Ini keunggulan Indonesia. Jangan diobral dengan murah hanya karena nafsu kepentingan pribadi. National interest yang harus menjadi kiblatnya,” katanya.
Gobel juga mengingatkan, negara-negara berpenduduk besar tak cukup memiliki kepentingan untuk berinvestasi di negara lain.
“Karena rakyat mereka juga butuh lapangan kerja. Jadi jangan berharap mereka akan berinvestasi di Indonesia dengan mempekerjakan rakyat Indonesia,” katanya.(*)