Kabgor PemkabKabupaten Gorontalo

Membaca

298
×

Membaca

Sebarkan artikel ini

Oleh :
Prof. Fory Armin Naway
Guru Besar UNG dan Ketua PGRI Kab. Gorontalo

Hidup dan kehidupan ini pada dasarnya dapat disebut sebagai sebuah bangunan “Madrasah” yang teramat luas, sebagai tempat belajar, guru kehidupan yang menyuguhkan berbagai fenomena kehidupan yang kesemuanya mengandung hikmah yang sungguh bermakna. Pada zaman dulu, beragam fenomena alam seperti pergerakan matahari dan bulan, derasnya ombak di lautan, peristiwa gempa bumi dan bebagai fenomena alam dan kehidupan jagat raya, menjadi wahana pembelajaran yang seakan tampil sebagai madrasahnya kehidupan yang tetap abadi sampai kapanpun.

Secara etimologi, kata “madrasah” berasal dari kata dasar “Darasa” dalam Bahasa Arab yang berarti ” Belajar”. Sedangkan istilah belajar sangat identik dengan, “membaca” yakni membaca yang tersurat dan membaca yang tersirat. Dalam kaidah pembelajaran di Madrasah kehidupan “membaca yang tersirat” menjadi sebuah keniscayaan sepanjang masa, tidak mengenal guru dan sekolah, melainkan alam kehidupan dan alam jagat itulah sebagai guru dan sekolah.

Sedangkan membaca yang tersurat adalah cara belajar modern setelah ditemukan alat tulis-menulis.
Betapa pentingnya membaca, baik membaca yang tersurat dan membaca yang tersirat, maka tidak heran, jika ayat yang pertama turun dalam Al-Quran, Surat Al-Alaq, Iqrabissmirabbikaladji dan seterusnya yang mengandung perintah membaca bagi umat manusia. Sebagai makhluk yang dianugerahi akal, perintah membaca menjadi pedoman yang sahih bahwa kudrat manusia adalah belajar tentang arti hidup yang sesungguhnya.
Quraish Shihab dalam bukunya Lentera Hati, seperti dikutip Naina Humaira (Kompasiana,12/11/), mengungkapkan tentang hakikat membaca, berdasarkan Al-Quran, yakni, membaca, menelaah, meneliti, menghimpun, mengetahui ciri segala sesuatu, termasuk alam raya, kitab suci, masyarakat, koran, majalah dan apapun. Tetapi ingat, kesemuanya itu harus dikaitkan dengan “bismi rabbika” (demi karena Allah), seperti bunyi perintah dalam Surat Al-Alaq.

Membaca, baik yang tersurat dan tersirat, merupakan upaya dan ikhtiar untuk mendapatkan ilmu pengetahuan sebagai penuntut jalan untuk meraih kehidupan yang lebih baik. Itulah sebabnya, Allah SWT berfirman dalam Alqur’an Q.S. al Mujadalah ayat 11. yang artinya “Allah mengangkat derajat orang orang yang beriman dan berilmu pengetahuan kederajat yang tinggi”

Hal itu diperkuat lagi melalui Hadis Nabi Muhamad SAW yang artinya “Barangsiapa yang menginginkan keberhasilan di dunia, hendaklah dengan ilmu dan barang siapa yang menginginkan kebahagiaan di ahirat hendaklah dengan ilmu..”.

Oleh karena itu, menjadi sebuah keprihatinan bersama bahwa indeks membaca orang Indonesia yang sangat rendah di Indonesia. Sejatinya, sebagai sebuah bangsa yang besar dan mayoritas beragama Islam yang menjadikan Al-Qur’an sebagai pedoman hidup, indeks membaca orang Indonesia jauh lebih tinggi dibandingkan dengan negara lain. namun realitas menunjukkan, bahwa “gemar membaca” masih belum memadai. DI sisi yang lain, gerakan gemar membaca dan gerakan Literasi terus digalakkan, namun pada kenyataannya hal itu belum sepenuhnya disambut oleh khalayak publik Indonesia sebagai sebuah gerakan yang prospektif.

Persoalan indeks kegemaran membaca dan literasi terdapat dua sisi gerakan. Pertama, dari sisi hulu sangat terkait erat dengan penulisan, penerbitan, distribusi, regulasi. Kedua dari sisi hilir, yaitu rendahnya kegemaran membaca, rendahnya indeks lierasi, ketimbangan rasio buku dan jumlah penduduk, anggaran terbatas, kurangnya pustakawan.
Sementara itu, jika berbicara tentang literasi, tidak terlepas dari 4 (empat) tingkatan literasi, yaitu: Pertama, mengumpulkan, yakni kemampuan untuk mengumpulkan sumber bacaan. Kedua Memahami, yakni kemampuan untuk memahami apa yang tersirat dan tersurat. Ketiga, mengemukakan, yakni kemampuan untuk mengemukakan ide atau gagasan baru teori baru, dan kreativitas serta inovasi baru. Keempat, menciptakan, yakni kemampuan menciptakan barang atau jasa yang bermutu.

Gerakan Literasi dengan demikian, bukan hanya sekadar memantik dan merangsang minat baca masyarakat, tapi lebih dari itu, gerakan literasi merupakan upaya menggali sumber-sumber nilai yang menjadi spiirit bagi siapapun untuk menggapai kehidupan yang lebih baik.

Gerakan Literasi merupakan instrumen penting yang relevan dengan tujuan berbangsa dan bernegara, yakni mencerdaskan kehidupan bangsa yang unggul dan berdaya saing.
Lagi-lagi dalam realitas di masyarakat diperoleh gambaran yang patut menjadi bahan renungan bersama, bahwa ruang-ruang perpustakaan yang tersebar di seantero negeri, nampak sepi jika dibandingkan dengan tempat-tempat hiburan dan pusat perbelanjaan. Artinya ikhtiar untuk mendapatkan sumber pengetahuan dengan membaca sebagai satu-satunya wahana meraih kehidupan yang lebih baik, masih ditempatkan sebagai “kebutuhan sekunder”.

Bahkan yang lebih memprihatinkan lagi, perpustakaan di sekolah-sekolah, juga masih terkadang sepi dari pengunjung.

Hal ini mengindikasikan bahwa institusi pemerintahan di semua tingkatan, institusi pendidikan dan seluruh elemen yang perduli dengan gerakan literasi masih harus bekerja keras untuk mendorong lahirnya kesadaran kolektif masyarakat untuk membaca. Lebih dari itu, upaya mendorong membaca fenomena alam di jagad kehidupan, juga masih sangat relevan untuk didorong ke arah yang lebih baik.

Gerakan membaca, baik membaca yang tersurat dan tersirat, dengan begitu, bukan hanya sekadar mengajak masyarakat secara masif mengakses ilmu pengetahuan, tapi juga sebagai bagian dari semangat dan gerakan “memanusiakan manusia”, mengajak manusia pada kebaikan, bagian dari gerakan dakwah atau gerakan amar ma’ruf nahyi munkar.

Karena sesungguhnya, perintah membaca, bukan sekadar bagian dari tugas berbangsa dan bernegara, tapi terkait erat dengan ketaatan, ketakwaan dan keimanan sebagai hamba dan khalifah di muka bumi.
Dalam banyak literatur disebutkan, kemajuan suatu kaum hanya ditentukan oleh 2 aspek penting, yakni iman dan ilmu. Manifestasi keimanan seseorang membutuhkan risalah ilmu agar sampai pada “tujuan”. Ilmu tanpa iman, juga ibarat ladang yang kering dan gersang.

Iman dan Ilmu ibarat 2 sisi mata uang yang menjadi tiket meraih kebahagiaan dan menemukan mutiara kehidupan yang sungguh berharga. Kedangkalan iman akibat kedangkalan ilmu, kedangkalan ilmu menyebabkan iman menjadi goyah. Ilmu tidak hanya diperoleh melalui bangku pendidikan formal, tapi ilmu ada di mana saja dan diperoleh kapan saja.

Itulah sebabnya dalam Islam terdapat perintah, “Tuntutlah ilmu dari buaian sampai di liang lahat” yang menjadi petunjuk, bahwa membaca, baik membaca yang tersurat dan tersirat adalah sebuah kewajiban yang menuntun siapapun ke jalan yang benar. Semoga.(***)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *