Editor : Sahril Rasid
GORONTALO (RGNEWS.COM)—Ratusan mahasiswa tergabung dalam Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) se Gorontalo mengelar demo, mencabut UU TNI/ menolak RUU Polri.
Aksi tersebut dilakukan di depan kantor DPRD Provinsi Gorontalo sekitar pukul 15. 00 wita sore Senin (05/05/2025) tadi.
Aksi bakar ban di hadapan anggota DPRD Komisi I Seperti Fadli Poha. Ekwam Ahmad, Femi Udoki, Wahyu Moridu, dan Yeyen Sidiki, Galib Lahidjun
Aksi demo ini mendapat pengamanan dari aparat kepolisian dan satpol yang bertugas di puncak Buto.
Sampai akhirnya perwakilan mahasiswa diterimah di ruang sidang dipimpin langsung oleh wakil ketua Sulyanto Pateda.
Dialog berlangsung panas setelah desakan para orator mahasiswa meminta DPRD Provinsi Gorontalo menyatakan sikap dan menandatangani butir butir penolakan dan pencabutan UU TNI/ dan tolak RUU Polri secara kelembagaan tidak bisa dilakukan.
“ Menandatangani secara Lembaga kami tidak bisa. Karena secara aturan persetujuaan atas nama Lembaga itu harus melalui paripurna setelah adanya persetujuan keseluruhan anggota DPRD. Sehingga kami berharap poin poin ini akan kami lanjutkan ke pusat dalam hal ini DPR-RI dan presiden,” ujar Sulyanto Pateda.
Namun alasan ini tidak bisa diterimah para mahasiswa, malah menyindir anggota DPRD tidak berani bahkan membiarkan keterlibatan aparat seperti TNI dan Polri terkait dengan persoalan Masyarakat.
“ Baru baru ini ada salah satu proyek BWSS, yang melibatkan TNI,dan Polri. Seakan Lembaga tertentu membenturkan TNI dengan rakyat biasa,’ ujar salah satu orator.
Bahkan saat itu dalam orasinya, mereka memplestkan DPRD Provinsi Gorontalo sebagai kepanjangan dari Dewan Perwakilan Rupiah.
Karena dinilai tidak berani menyuarakan sejumlah persoalan yang merugikan Masyarakat.
Anggota dewan perwakilan rakyat (DPRD) dinilai lebih banyak mengurus persoalan persoalan yang bersentuhan dengan rupiah.
Seperti Pansus tambang, sawit, yang nota bene adalah berkaitan dengan masalah duit. Tapi giliran rakyat yang bermasalah dengan pemerintah, atau Lembaga lain, yang menggunakan pengamanan aparat seperti TNI dan Polri, anggota perwakilan rakyat tidak pernah mempersoalkan atau membentuk mengusut hal tersebut.
“ Apakah pernah dan berani anggota DPRD mengusut, memanggil kenapa TNI dan Polri dilibatkan dalam pengamanan urusan rakyat,di Gorontalo pemandangan ini banyak terjadi, TNI hadir melayani Lembaga tertentu,” ujar Harun Alulu.
“ Inilah salah satu alas an, kenapa hari ini kami datang, untuk menyuarakan penolakan terhadap pengesahan UU TNI dan menolak RUU Polri,” ujar Harun Alulu dan Aris Setiawan Karim
Dan saat ini kami meminta pernyataan sikap anggota DPRD untuk menolak pengesahan UU TNI dan menolak RUU Polri serta menandatanganinya.
“ Tugas TNI yang dalam UU tugasnya adalah melawan musuh negara. Tapi hari ini seakan TNI dan Polri digunakan untuk melawan rakyat,kami minta anggota DPRD untuk bersikap menolak dan mencabut UU TNI dan RUU Polri,’ Aris Setiawan Karim.
Sementara itu Ghalib Lahidjun Aleg dari partai Golkar yang juga dulunya adalah aktivitas mahasiswa sepaham dengan wakil ketua DPRD tidak bisa menandatangani atas nama Lembaga.
“ Tapi kami bersedia menandatangani secara personal, karena kami memang teringkat dengan aturan yang ada di DPRD,’ ujar Ghalib Lahidjun.
Hal senada juga diungkapkan oleh aleg Femi Udoki dan Yeyen Sediki sebagai aleg para mahasiswa untuk berani bersuara.
“ Termasuk terkait dengan kinerja anggota DPRD yang sekarang ini sedang mendalami sejumlah masalah rakyat khususnya petani sawit dan Masyarakat penambang,’****