FGD Presnas Center: Ekonomi Pembangunan dan Kemiskinan, 13 Triliun Masuk Gorontalo, Tapi Kemiskinan Lambat Turun

479
ADV
10
SUASANA kegiatan FGD ekonomi dan pembangunan di kediaman Bupati Nelson Pomalingo, Tuladenggi, Sabtu (30/10) kemarin (foto/s-riel)

Tiga belas triliun uang masuk ke Gorontalo, tapi dampak penurunan kemiskinan lambat. Orang miskin Gorontalo bekerja, tapi tidak produktif. Sektor Pertanian peternakan di dorong ke industri, membuka akses pariwisata dan peningkatan Sumber Daya Manusia (SDM).

Laporan: Sahril Rasid, S.Sos

 

DATA kemiskinan dari tahun ke tahun naik turun. Pemerintah dinilai menjadi salah satu pelaku yang harus mengubah, turunnya angka kemiskinan di daerah masing-masing. Berbagai macam cara dilakukan, termasuk meluncurkan berbagai bantuan gratis ke masyarakat. Ironisnya, berbagai bantuan pusat, daerah tidak mengurangi kemiskinan.

Konon, dengan berbagai bantuan gratis ini, negara (pemerintah) memelihara kemiskinan. Karena masyarakat enggan keluar dari daftar bantuan. Pemerintah pun menggunakan data kemiskinan dari tahun ke tahun, melobi bantuan sosial ke pusat.

Inilah salah satu tema yang berkembang dalam Focus Group Discussion (FGD) yang digagas Presnas Center, dengan tema sektor ekonomi, pembangunan, dan kemiskinan, sebagai profil pembangunan ekonomi dan pengentasan kemiskinan, menuju visi misi emas Gorontalo tahun 2045.

Memperhatikan peluang dan kekuatan yang dimiliki saat ini, skala lokal, nasional dan global yang berlangsung di kediaman pribadi Bupati Nelson Pomalingo di Desa Tuladenggi, Sabtu (30/10) kemarin.

Salah satu pemateri, Dr. Mohammad Amir Arham, ME dalam materinya diawali dengan tantangan Gorontalo ke depan, terkait Gorontalo masuk 5 besar daerah yang mengkoleksi masyarakat miskin se-tanah air. Pertumbuhan ekonomi tinggi, mestinya dibarengi dengan menurunkan angka kemiskinan, tapi faktanya tidak demikian, karena kemiskinan masih tinggi. “pertumbuhan ekonomi tidak bermakna, kalau ketimpangan tidak terselesaikan,” ujar Amir Arham. Diakuinya, ekonomi saat ini menjayakan kelompok atas bukan berbasis masyarakat.

Dimasa pendemi saat ini, justru bisnis IT dan keuangan. “13 triliun uang masuk ke Gorontalo, tapi dampak penurunan kemiskinan melambat, karena orang miskin Gorontalo 94.93 persen bekerja, tapi pekerjaannya tidak produktif,” tegas Arham.

Sehingga itu, Amir Arham merekomendasikan agar kiranya pengolahan pertanian dan peternakan harus di dorong ke arah industri. Demikian halnya disektor pendidikan dan kesehatan. “setidaknya harus mengubah gaya hidup, bukan sekedar memikirkan orang sakit, tapi bagaimana kesehatan menjadi sebuah gaya hidup,” kata Amir Arham. Dua sektor harus dibuka adalah pariwisata dan pertanian.

Bidang pariwisata dengan membuka akses selatan sehingga arus wisata dari Manado dengan Gorontalo mudah aksesnya. Disisi lain pentingnya penguatan di bidang pertanian, modernisasi irigasi, infrastruktur dan aksesibilitas pusat ekonomi dan lainnya.

Sementara itu, Nelson Pomalingo sebagai ketua Dewan Pembina Presnas Center berharap, nantinya di pemerintahan ke depan, ada road map cara penanganan pengentasan kemiskinan di Gorontalo, bukan saja di wilayah Kabupaten Gorontalo, tapi se-Provinsi Gorontalo.

Diakui Nelson, kemiskinan dipicu karena masyarakat tidak lagi memiliki lahan, karena petani sekarang ini hanyalah petani penggarap. “dulu semiskin-miskinnya petani, mereka punya lahan, sekarang ini tidak demikian, ini juga salah satu masalah, selain itu pertanian kita belum ke industri,” katanya.

Khusus Kabupaten Gorontalo, jumlah pengangguran menurun, dari 3,6 persen menjadi 3,2 persen. Demikian juga jumlah kemiskinan dari 21,9 persen menjadi 17,2 persen.

“ini menjadi pertanyaan, kenapa pengganguran kurang tapi kemiskinan banyak, benar kata pemateri, karena produktifitas yang kurang,” ujar Nelson Pomalingo.

Demikian juga dari sektor pendidikan. Data yang ada IPM kita rangking 3 se-Provinsi Gorontalo, ini karena lama pendidikan, sehingga pemerintah mendorong pendidikan non formal seperti program paket A, B, dan C.

“inilah kenapa pentingnya FGD hari ini, dengan mengundang pakar di bidangnya, agar bisa menemukan ide-ide besar, untuk mengatasi persoalan-persoalan yang ada, dan insyaAllah pemikiran-pemikiran hari ini akan dirangkum dan dibukukan, kemudian diserahkan kepada pemimpin masa depan,” kata Bupati Gorontalo dua periode ini.

MINAT PEKERJA BIDANG PERTANIAN BERKURANG

Sementara itu salah satu peserta FDG Sumadi, Kabid Tanpan Distan Pertanian Kabupaten Gorontalo mengungkapkan, mestinya sektor pertanian menjadi menyerap tenaga kerja pengangguran terbesar di Gorontalo. Tapi faktanya, minat pencari kerja untuk terjun ke sektor pertanian minim.

Padahal selain menjanjikan, sektor pertanian terbuka luas di Gorontalo. “benar kata pak bupati, kalau pertanian kita belum ke industri, karena jangankan intelektual (sarjana) berbasis pertanian, buruh tani saja sekarang sulit untuk dicari ketika musim tanam tiba,” kata Sumadi.

Ini menurutnya akan menjadi ancaman tersendiri, karena jangan sampai untuk mencari buruh tani harus mengambil dari luar Gorontalo. Sehingga itu, Sumadi mengusulkan, agar kiranya pertanian ini dimasukan dalam kurikulum pendidikan, mulai dari tingkat SD hingga SMA.

“diharapkan dengan program pertanian masuk sekolah, ketertarikan untuk bertani secara moderen bisa tercipta yang nantinya bermuara ke pertanian industri,” usulnya. Sumadi menambahkan, kalau lahan pertanian sekarang ini bukan lagi milik petani.

Mereka yang bekerja di sawah, bukan lagi pemilik lahan, tapi merupakan petani penggarap (buruh tani). Lahan (Sawah atau kebun) dimiliki kalangan perorangan yang memiliki modal, atau perusahaan, sehingga pola pendekatan pengembangan pertanian pun khususnya meningkatkan taraf hidup petani agar tidak masuk golongan miskin sepertinya harus diubah.

Hadir dalam FFD tersebut, Plt Kepala Dinas Sosial , Kepala Dinas Pemerintahan Desa (PM-D) Nawir Tandako, Kepala Bappeda Ir Cokro Katilie, Asisten Doni Lahati dan para undangan lainnya. ###

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *