Image
Gorontalo UtaraHeadlines

MK Putuskan Perkara Nomor 55 Lanjut ke Sidang Pembuktian, Pelantikan Bupati – Wabup Gorut Tunggu Putusan Akhir

301
×

MK Putuskan Perkara Nomor 55 Lanjut ke Sidang Pembuktian, Pelantikan Bupati – Wabup Gorut Tunggu Putusan Akhir

Sebarkan artikel ini

GORUT (RGNEWS.COM) – Mahkamah Konstitusi (MK) telah memutus 54 perkara sengketa pilkada pada sidang pemeriksaan pendahuluan Perselisihan Hasil Pemilihan (PHP), Selasa (4/2).

Dari 54 perkara yang disidang pada hari ini, 47 diantaranya ditolak atau diputus Dismissal. Sementara 7 perkara diputus berlanjut ke sidang pembuktian.

Image

1 dari 7 perkara yang diputus lanjut, yakni Perkara Nomor 55 PHPU Bupati untuk Kabupaten Gorontalo Utara. Sebagaimana disampaikan Hakim MK Arief Hidayat dalam sidang tersebut.

Dengan diputus lanjut, maka pelantikan Bupati dan Wakil Bupati Gorontalo Utara berpeluang tidak dilakukan serentak dan hanya dilantik oleh Gubernur.

Seperti diketahui, dari rakor persiapan pelantikan kepala daerah yang dilaksanakan Kemendagri, Senin (3/2) disebut, bagi daerah yang gugatannya diterima dan berlanjut ke tahap pembuktian di MK, proses pelantikannya akan dilakukan setelah putusan akhir yang dijadwalkan paling lambat pada 24 Februari 2025.

Sementara terbaru, MK telah menjadwalkan sidang lanjutan akan dilaksanakan mulai 7 – 17 Februari 2025.

Pelantikan Kepala Daerah Setelah Sengketa Hasil Pilkada Tuntas

Sementara dikutip dari Kompas.id, advokat dan Managing Partner Diansyah & Partners Law Firm Febri Diansyah mengingatkan, MK melalui putusan Nomor 27 Tahun 2024 telah memutuskan pelantikan kepala/wakil kepala daerah hasil Pilkada 2024 digelar secara serentak.

Artinya, pelantikan dilakukan menanti proses sengketa hasil pilkada di MK tuntas. Saat ini, proses di MK masih berlangsung dan dijadwalkan baru tuntas pada pertengahan Maret 2025.

“Jika pelantikan kepala daerah hasil Pilkada 2024 tetap dipaksakan sebelum sengketa pilkada di MK selesai (kecuali daerah yang diputuskan PSU/pemungutan suara ulang), hal tersebut berisiko cacat hukum karena melanggar Putusan MK No 27/PUU-XXII/2024,” kata Febri, Senin (3/2/2025).

Meski pemerintah sudah membatalkan pelantikan pada 6 Februari dan memilih menunggu hingga putusan dismissal MK, hal itu bukan berarti sudah sesuai dengan putusan MK.

Pelantikan kepala daerah setelah putusan dismissal MK juga berisiko cacat hukum karena tetap melanggar Putusan MK No 27/PUU-XXII/2024.

Ia kembali menekankan, putusan MK tersebut telah memerintahkan pelantikan kepala daerah terpilih harus dilaksanakan serentak setelah lembaga peradilan itu selesai memutus sengketa hasil pilkada, terkecuali bagi daerah yang oleh MK diputuskan harus melaksanakan pemungutan atau penghitungan suara ulang.

“Intinya, pelantikan serentak dibagi dua, pertama setelah sengketa pilkada selesai di MK dan kedua dikecualikan bagi daerah yang dilakukan PSU,” kata Febri yang juga menjadi salah satu kuasa hukum pimpinan daerah saat menguji Pasal 201 Ayat (7) UU Pilkada ke MK. Hasil uji materi ini yang melahirkan putusan MK No 27/2024.

Febri menegaskan, selesainya proses sengketa hasil pilkada bukan mengacu pada putusan dismissal MK.

Selesainya sengketa seharusnya mengacu pada tuntasnya seluruh kerja MK menyidangkan perkara.

MK memiliki waktu 45 hari kerja untuk menangani sengketa pilkada sejak permohonan diajukan atau sejak perkara tersebut diregister dalam e-BRPK (buku registrasi perkara konstitusi elektronik).

“Pemerintah perlu hati-hati dan tidak terburu-buru. Sesuai Putusan MK Nomor 27 itu, seharusnya pelantikan dilakukan setelah MK memutus seluruh permohonan sengketa pilkada, bukan putusan dismissal,” ujarnya.

Ia juga mengingatkan bagi kepala daerah terpilih sebaiknya bersabar menanti tuntasnya proses di MK karena ini bukan hanya soal waktu, melainkan keabsahan pemerintahan daerah secara hukum.

Tak hanya itu, ada hak bagi kepala daerah hasil Pilkada 2020 untuk melaksanakan amanah dari pemilihnya hingga periodenya berakhir.

Dalam putusan MK No 27/2024 itu juga ditegaskan bahwa kepala/wakil kepala daerah hasil Pilkada 2020 yang baru dilantik pada 2021 menjabat sampai dengan dilantiknya kepala/wakil kepala daerah hasil Pilkada 2024 sepanjang tidak melewati lima tahun masa jabatan.

“Itu pun sudah terpotong kurang dari 5 tahun. Jangan terburu-buru segera memegang kekuasaan. Karena Indonesia adalah negara hukum, maka putusan MK wajib dipatuhi. Juga untuk mencegah sengketa-sengketa hukum lainnya. Selain itu, saat ini juga fase terakhir peralihan konsep pilkada serentak dan pemerintahan yang terkonsolidasi antara pusat dan daerah,” ujar Febri. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *