GORONTALO (RAGORO) – Dihadapan majelis hakim Pengadilan Tipikor Gorontalo, Rendra Yozar Dharma Putra, SH, Cecep Dudi Mukhlis Sabigin, SH, dan Priyo Pujono SH, Eks Kepala BPN Provinsi Gorontalo Ir. GB alias Gabril terisak dan tersedu saat membacakan nota pembelaan saat persidangan lanjutan, kasus Gorontalo Outer Ring Road (GORR).
GB mengaku telah bekerja sesuai dengan tugas dan fungsinya sebagai kepala BPN Provinsi Gorontalo. Untuk itu, GB minta kepada majelis hakim agar memutuskan perkara ini dengan putusan bebas murni atau lepas.
Pada sidang dengan agenda pembacaan nota pembelaan (pledoi), Selasa (26/10/2021) kemarin, GB alias Gabriel didampingi tim kuasa hukumnya, Duke Arie Widagdo Cs. Saat membacakan nota pembelaannya, Gabril mengawali dengan mengenang awal dirinya 2014 ditugaskan ke Gorontalo.
Mulai meninggalkan istri dan anaknya serta orang tuanya yang telah udzur, yang harus dititipkan ke saudaranya, hingga mencari rumah kontrakan ditemani istri diawal tugasnya di Gorontalo. Pada momen ini, Gabril tidak bisa menahan isak tangis, terdengar beberapa kali suaranya bergetar, namun ia terus menguatkan dirinya.
Gabril Dalam pembacaan nota pembelaan, mengurai seluruh tuntutan Jaksa Penuntun Umum (JPU) satu per satu. Tapi secara singkat GB alias Gabril mengatakan, dirinya telah bekerja sesuai dengan aturan dan kewenangan sebagai kepala Badan Pertanahan Nasional. Menurutnya, dalam melaksanakan tugas, ada 3 aspek yang menjadi perhatiannya, yakni aspek formalitas, aspek materialitas, dan aspek kausalitas.
Dari ketiga aspek diurai secara rinci hingga pasal per pasal terkait tugas dan kewenangan termasuk prosedur validasi tanah yang menjadi tugas dari BPN Provinsi Gorontalo.
Terkait dengan adanya kerugian negara yang dituduhkan oleh JPU Rp43.356.992.000, Gabril berpendapat apa yang dituduhkan tidak memenuhi unsur dalam undang-undang nomor tahun 2004 dan undang-undang nomor 15 tahun 2006.
Sehingga itu, Gabril meminta majelis hakim mempertimbangkan atas dugaan kerugian negara. Demikian juga terkait adanya pembayaran doble sebesar Rp55.575.000, menurutnya itu tidak ada kaitan dengan penerbitan surat validasi dua kali.
Proses pembayaran itu sudah masuk ruang lingkup kegiatan tahapan pencairan yang diatur dalam undang-undang nomor 2 tahun 2012 tentang pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum. Gabril menjelaskan bahwa pembayaran ganti rugi dilakukan sesuai dengan pelepasan hak, sedangkan validasi atas bidang tanah tidak serta merta bidang tanah tersebut dapat dilakukan pembayaran ganti ruginya.
Sehingga Gabril berpendapat tidak ada hubungan kausalitas sebab akibat antara validasi dengan pembayaran ganti kerugian.
Untuk itu, kiranya lewat nota pembelaan ini, majelis hakim mempertimbangkan untuk dapat memberikan putusan atas perkara yang dihadapinya dengan putusan bebas murni atau lepas. Sidang akan kembali dilanjutkan Kamis pekan depan dengan agenda tanggapan JPU atas nota pembelaan terdakwa. (riel)