GORONTALO (RAGORO) – Kedatangan Menteri Sosial (Mensos), Tri Rismaharini ke Provinsi Gorontalo, beberapa waktu lalu, dalam rangka pemadanan data program bantuan sosial, baik BPNT dan PKH memberikan efek positif terhadap presentase penyaluran di lapangan.
Meski marah-marah Mensos sempat menjadi polemik. Namun, hal itu justru membuat para pendamping termotivasi untuk segera menyelesaikan masalah yang ada.
Hal itu pun diakui Koordinator Daerah (Korda) BPNT wilayah Kabupaten Gorut, Ismail Mohamad ketika diwawancarai, belum lama ini.
“Untuk program pangan non tunai di Kabupaten Gorontalo Utara, ini kan bantuannya kurang lebih 10.787. Alhamdulillah dengan kunjungan Mensos, presentasenya sangat luar biasa,” ungkap Ismail.
Ia menjelaskan, pada dasarnya Keluarga Penerima Manfaat (KPM) yang belum menerima atau belum transaksi kurang lebih 288, dengan beberapa kendala yang dihadapi.
“Alhamdulillah untuk penyaluran BPNT di Gorut, dari 10.787 KPM, yang sudah melakukan transaksi sebanyak 10.499. Sedangkan yang belum masih tersisa 288,” ungkap Ismail.
Diterangkannya, dari 288 KPM tersebut, sebanyak 121 masih dalam proses distribusi KKS, perbaikan KKS rusak, dan multifungsi. “Itu pun baru sekitar 29 KPM yang sementara disalurkan,” imbuhnya.
Sementara itu, 101 dalam proses check kembali keberadaan di desa. Karena terindikasi sudah pindah dan di luar daerah.
Selanjutnya, 66 lainnya dalam proses transaksi di agen-agen E-Warung. Di samping kendala teknis soal keberadaan KPM dan proses penyaluran, Ismail mengaku, keberadaan SDM pendamping BPNT, jumlahnya terbilang masih minim.
“Di sini (Gorut), kan kita memiliki pendamping di 11 kecamatan, di mana satu kecamatan satu. Mengenai pendampingan mereka, khususnya di Kecamatan Kwandang.
Itu satu pendamping mendampingi 2 ribu sekian PKM. Dan ini mungkin menjadi, bukan juga kendala. Namun, sedikit menghambat pekerjaan kami untuk program BPNT,” ungkap Ismail.
Apalagi ternyata, kesejahteraan dari pendamping BPNT ini masih berada di bawah. “Kalau untuk honor pendamping BPNT Sembako, itu dari Kemensos mereka mendapat Rp 700 ribu per bulan,” bebernya.
Memang, selama ini, jumlah tersebut belum ada keluhan dari pendamping. Namun kata Ismail, ketika Rp 700 ribu itu digunakan untuk memonitoring semua pekerjaan di lapangan, maka dinilainya hanya akan habis diperjalanan saja. Di satu sisi, mereka memiliki tanggungan keluarga. (RG-56)