- Editor : Sahril Rasid
- Penulis : Sri Fatmawar Dama
GORONTALO (RG.COM) – Angka penderita tengkes (stunting) di Provinsi Gorontalo tahun 2022 berdasarkan data Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) di angka 23,8 persen, masih jauh dari target nasional yakni sebesar 14 persen.
Inilah yang menjadi pembahasa Penjabat Gubernur Gorontalo Ismail Pakaya saat menggelar rapat koordinasi lintas OPD yang berlangsung di Aula Rumah Dinas Gubernur, Selasa (29/8).
Prinsipnya Penjabat Gubernur membuat Ismail sudah bisa menganalisis cara mengatasi persoalan tengkes di Gorontalo.
Menurut Pj Gubernur permasalahannya data penderita gizi kurang di Gorontalo.
Ismail menilai Survei SSGI yang menempatkan Gorontalo di angka 23,8 persen tidak punya basis data yang memadai.
Ini terkait data Jumlah penderita, lengkap dengan nama dan alamatnya sehinga i pemprov maupun pemerintah kabupaten/kota sulit untuk diintervensi secara pasti ditingkat lapangan.
Untuk itu dua bulan terakhir Dinas Kesehatan bekerjasama sampai ke Puskesmas telah diperintahkan untuk memutakhirkan data Elektronik Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat (e-PPGBM).
Data ini dinilai lebih akurat karena menyertakan nama dan alamat yang diinput berdasarkan hasil pemeriksaan dan timbang badan di tiap Puskesmas.
“ Hasilnya hingga akhir Agustus 2023 didapati ada 4.545 anak penderita tengkes di Gorontalo,” tegas Pj gubernur.
Ismail berharap hingga akhir Desember 2023 semua OPD fokus pada data tengkes 4.545 orang versi e-PPBGM.
Iya meyakini jika jumlah ini berhasil ditekan maka secara otomatis survei SSGI tahun 2024 bisa lebih baik dari tahun ini (yang masih dalam tahap survei hingga akhir Oktober 2023).
Selain itu yakni mengintegrasikan semua program kerja OPD di pertengahan tahun ini untuk mengintervensi 4.545 penderita tengkes dan keluarganya.
Caranya, ia minta OPD terkait mengintegrasikan nama dan alamat penderita tengkes dengan keluarganya yang masuk dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS).
DTKS dan data Pensasaran Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrim (P3KE) menjadi penting karena jadi acuan OPD untuk mengintervensi program.
“Selama ini semua OPD pakai DTKS untuk mengucurkan bantuan ya kan? Nah sekarang dibalik polanya. Penderita tengkes yang 4.545 dicari keluarganya apa masuk di DTKS atau tidak,” kata Ismail.
Yang masuk di DTKS silahkan diintervensi bantuan, yang tidak masuk DTKS tapi anaknya stunting itu akan diintervensi oleh PKK, Baznas dan lain lain supaya tidak saling tabrakan bantuannya
Langkah terakhir yang tidak kalah penting, yakni berbagi peran dengan pemerintah kabupaten/kota. Jumlah 4.545 orang harus dibagi habis antara pemprov dengan pemkab/pemkot.
“ Setiap Pemda menjadi semacam pengasuh bayi tengkes lengkap dengan laporan jumlahnya dan progres timbang badan setiap bulannya,” tegas Ismail Pakaya
Selain asupan gizi yang baik melalui penyediaan multivitamin dan makanan bergizi, kebutuhan keluarga penderita tengkes menjadi tanggungjawab OPD lain. Ismail mencontohkan, kebutuhan sanitasi menjadi tanggungjawab Dinas PUPR-PKP.
Dari rapat tersebut terungkap ejumlah program kegiatan yang bisa diarahkan untuk menekan angka stunting, selain tentunya program Dinas Kesehatan sebagai OPD teknis utama yang menanganinya. Dinas Kelautan dan Perikanan, misalnya.
Setiap tahun menganggarkan bantuan ikan tuna bagi 119 bayi penderita stunting. Program ini diintegrasikan dengan program TP PKK yang aktif turun mendampingi keluarga hingga ke tingkat desa.****