Buntut Pimpinan Perusahaan Tak Hadiri RDP
GORONTALO (RG.COM) – Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Gorontalo putuskan akan turun langsung ke lokasi Pabrik PT Harim Farmsco Indonesia yang berada di Desa Datahu, Kecamatan Tibawa.
“Ya, kita sudah putuskan, pekan depan akan turun ke pabrik tersebut, sebelum melanjutkan RDP kedua,” ungkap Ketua Komisi II, Ali Polapa saat dihubungi, Senin (19/6) setelah Rapat Dengar Pendapat (RDP) menindaklanjuti laporan masyarakat soal kerusakan lingkungan di sekitar pabrik PT Harim Tibawa.
Keputusan itu diambil setelah tidak menemui hasil berarti dari RDP itu.
Sementara Wakil Ketua Komisi II, Safrudin Hanasi mengaku, keputusan itu diambil setelah sebagian besar pihak yang diundang hanya dihadiri perwakilan, terlebih pihak Pabrik PT Harim Farmsco Indonesia Tibawa.
“Kami menilai dengan hanya dihadiri perwakilan, terlebih pihak perusahaan, itu belum mampu memutuskan atau mengambil keputusan ketika ada rekomendasi yang dilahirkan DPRD,” tutur Safrudin
Makanya lanjut kata dia, pihaknya berkesimpulan, dengan ketidakhadiran pihak-pihak tersebut, termasuk kepala desa dan camat, perlu ada tindak lanjut dalam hal ini turun lapangan.
“Kita akan turun lapangan, setelah itu hasilnya akan coba kita diskusikan kembali dalam RDP kedua kali. Karena nantinya di RDP itu juga akan melahirkan rekomendasi apa yang harus kita ambil,” imbuhnya.
Olehnya Safrudin mengingatkan, pihak Pabrik PT Harim Tibawa untuk memperhatikan hal tersebut.
“Supaya ketika ada rekomendasi yang kita ambil, pimpinan yang hadir mampu mengambil kebijakan dan kita tahu apa solusi yang diberikan dan ini bisa dilaksanakan. Jangan sampai hanya hadir orang-orang yang tidak punya wewenang penuh dalam pengambilan keputusan,” katanya mengingatkan.
Seperti diketahui ada beberapa poin aspirasi dan tuntutan yang disampaikan masyarakat sekitar pabrik kepada pihak Komisi II DPRD Kabupaten Gorontalo.
Pertama, adanya kebisingan suara mesin yang dioperasikan hingga larut malam.
Kedua, berkaitan dengan abu yang dihasilkan (limbah) dari aktivitas pabrik tersebut.
Ketiga, berkaitan dengan rusaknya jalan di sekitar pabrik karena beban mobil yang lalu lalang dan muatannya tidak sesuai kapasitas jalan yang ada, di satu sisi jalan di sekitar pabrik, bukan milik perusahaan.
Keempat, saluran air yang rusak akibat efek dari jalan yang rusak tersebut.
Kelima, sempat terjadi insiden pagar masjid di sekitarnya mengalami kerusakan akibat aktivitas mobil yang berlalu lalang dan bermuatan besar, seperti kontainer. Di mana, kerusakan pagar masjid itu hingga saat ini belum diperbaiki pihak perusahaan.
Keenam, adanya beberapa kesepakatan terkait pemberdayaan masyarakat sekitar pabrik, tapi hingga saat ini tidak jalan.
Ketujuh, bantuan hewan kurban atau bentuk CSR perusahaan, justru hanya diserahkan ke pemerintah desa, bukan masyarakat sekitar pabrik.
“Yang paling urgen itu soal izin berusaha dari perusahaan tersebut,” tegas Aleg PKS Dapil Tibawa – Pulubala itu.
Ia menjelaskan, di awal beroperasi, pabrik tersebut hanya merupakan mesin gilingan padi, namun seiring berjalannya waktu berubah fungsi menjadi tempat penampungan jagung.
“Ada kekhawatiran, itu tidak sesuai dengan operasional perusahaan, dokumennya itu bermasalah berkaitan dengan apakah diperbolehkan untuk perusahaan itu berada di situ, karena juga di tengah pemukiman penduduk,” jelasnya. (RG-56)