GORONTALO (RAGORO) – Dua tokoh adat dan agama Gorontalo, Abdullah Paneo dan KH. Abdul Rasyid Kamaru, menilai Penjabat Gubernur (Penjagub) Gorontalo, Hamka Hendra Noer harus diberi kesempatan melaksanakan tugasnya.
Sekalipun terlihat ada satu dua kekurangan, tapi itu terbilang wajar, karena baru beberapa bulan bertugas.
Menurut keduanya, sepatutnya seluruh komponen, bukan hanya jajaran pemerintah Provinsi Gorontalo, tapi juga tokoh politik, agama, budayawan, pemuda serta seluruh masyarakat mendukung kepemimpinan Hamka Hendra Noer yang dipercayakan pemerintah pusat sebagai
Penjabat Gubernur Gorontalo.
“kita patut bersyukur, karena ternyata Penjabat Gubernur yang ditempatkan di Gorontalo, masih putra daerah, dan itu yang kita harapkan, dan kalau masih ada kekurangan, itu wajar, karena, penjagub baru seumur jagung melaksanakan tugasnya,” ujar Abdullah Paneo dan KH. Abdul Rasyid Kamaru kepada Harian Rakyat Gorontalo Kamis (25/8/2022) kemarin.
Sebagai mantan birokrat, Abdullah Paneo memahami kesulitan adaptasi penjagub sekarang ini. Sekalipun secara kemampuan tidak diragukan karena merupakan sosok birokrat muda.Tapi tentunya ia belum memahami karakter dari pemimpin OPD dan pegawai di jajaran Pemprov.
“tiba-tiba Hamka Hendra Noer diperhadapkan dengan jajaran OPD tanpa mengetahui karakter dan latar belakang, jelas beliau kesulitan dan butuh waktu,” ujar Abdulah Paneo.
Sekalipun tugas dan fungsi di pemerintahan sudah ada tupoksinya, tapi harus diakui, ada juga satu dua orang di lingkungan pemerintahan Pemprov melakukan intrik politik.
“itu jelas ada, tapi ini merupakan tantangan kepada Penjagub agar harus cepat menyesuaikan dan memahami karakter dan budaya serta kebiasaan kebiasaan di Gorontalo,” ujar Abdullah.
PENJAGUB RANGKUL SEMUA KOMPONEN
Hanya saja, Abdullah Paneo menyarankan agar Penjagub Gorontalo harus bersikap luwes, tanpa ada batasan apalagi membentuk kelompok.
“budaya orang Gorontalo sangat familiar dengan siapapun, sehingga Penjagub Hamka Hendra Noer, harus cepat melebur diri, tanpa ada sekat dengan alur birokrasi,” kata mantan Camat Kota Selatan ini.
“tidak boleh ada sekat, Penjagub harus membuka diri, mudah ditemui, dan rajin turun ke bawah, mendatangi bawahan mulai dari Sekda hingga Kadis dan Camat, kalau perlu datangi desa-desa dan kelurahan,” urai Abdullah.
“Penjagub tidak boleh membentengi diri dengan birokrasi kaku, datangi setiap kegiatan, apalagi kegiatan yang berbau agama, adat, dan sering berinteraksi dengan masyarakat,” kata Abdulah.
Jika demikian, maka bukan saja Penjagub terlihat dekat dan familiar dengan rakyat, tapi tidak ada kesan, menjaga jarak sehingga arus komunikasi akan jauh lebih gampang.
“tidak ada salahnya, Penjagub dihari tertentu menyapa rakyat, di pasar atau kegiatan di ruang publik, sehingga terkesan Penjagub mudah ditemui, oleh siapa saja, sehingga Penjagub bisa menjelaskan langsung opini-opini yang berkembang terkait dengan kebijakan pemerintahan,” tambahnya lagi.
“intinya Gubernur bisa berdialog dengan siapa saja, kapan saja, itulah kebiasaan-kebiasaan yang terbangun di Gorontalo,” kata Abdullah. Dan para pemimpin terdahulu, baik Gubernur definitif maupun penjabat semuanya demikian.
“sesungguhnya memahami dan mengatasi persoalan di Gorontalo, mudah,” kata Abdullah, tokoh adat sekaligus ketua pensiunan Provinsi Gorontalo itu. Hal senada juga disampaikan tokoh agama Gorontalo, KH. Abdul Rasyid Kamaru.
“kami bersyukur, Penjagub yang sekarang sangat memperhatikan kegiatan keagamaan, kerukunan umat beragama itu, bahkan mensuport dari segi anggaran,” kata Ketua FKUB Gorontalo itu.
Tentunya KH. Abdul Rasyid Kamaru berharap, kehadiran dan keterlibatan Penjagub dalam kegiatan keagamaan dan budaya serta dalam forum kerukunan beragama.
Sekalipun ia menyadari tugas dari Gubernur itu berat dan bertumpuk. “sejauh ini Penjabat Gubernur sering bersama kami pada kegiatan keagamaan, alhamdulillah,” tutur KH. Abdul Rasyid Kamaru (riel)