GORUT (RAGORO) – Memang Angka Kematian Ibu dan Angka Kematian Bayi (AKI/AKB) di Gorontalo Utara bisa dikatakan begitu tinggi.
Tahun 2020 kemarin AKI/AKB di Gorut berkisar 556,6 per 100.000 kelahiran dengan jumlah kasus 13. Jumlah tersebut terbilang tinggi. Di mana, 7 kasus diantaranya kena penyebab langsung, pendarahan maupun faktor keterlambatan penanganan karena rujukan.
Sebagaimana diungkapkan Kepala Dinas Kesehatan (Dikes) Gorut, Rizal Yusuf Kune, ketika diwawancarai, baru-baru ini. Bahkan, pada tahun 2021 ini, hingga periode Juli sudah ada 7 kasus.
Hal ini tentu menjadi satu harapan pemerintah daerah agar kasus AKI/AKB di Gorut tidak bertambah hingga akhir tahun nanti.
“Makanya, kita perlu memaksimalkan pelayanan di Rumah Sakit Zainal Umar Sidiki (RS ZUS) yang merupakan rumah sakit terdekat dengan masyarakat Gorut,” tuturnya.
Target dalam upaya menekan AKI/AKB, diharapkan bisa menurunkan hingga 120/1000 kelahiran hidup. Dan bahkan menekan hingga pada angka nol kasus (AKI/AKB nol).
“Karena 7 kasus itu sudah cukup tinggi dari 100.000 kelahiran hidup. Kalau kita hitung yang sekitar 170 ya, karena kita juga belum bisa menghitung secara paten, menentukan berapa AKI/AKB, karena dia harus akhir tahun, melihat hasil kelahiran semua untuk tahun 2021,” ungkap Rizal.
Ia mengatakan, upaya yang dilakukan pemerintah daerah dalam hal ini Dinas Kesehatan sudah cukup maksimal, terutama melalui pusat kesehatan masyarakat (puskesmas). Yaitu, program-program, termasuk edukasi, sosialisasi dan berbagai metode yang dibuat. Seperti, kelas ibu hamil, kelas balita dan kelas parenting.
“Nah, bahkan untuk kelas parenting itu termasuk orang tua dari ibu hamil, suami, dan orang dekat, itu kita latih bagaimana mengasuh, bagaimana memberikan makanan tambahan bagi anak dan ibu hamil,” jelas Rizal.
Meski demikian, setelah dianalisa, Rizal mengaku, dalam upaya menurunkan AKI/AKB bahwa memang peran dari pada lintas sektor itu sangat penting. Mulai dari kepolisian, TNI, pimpinan OPD, hingga kecamatan dan desa. Peran lintas sektor di sini, lanjut kata Rizal, bisa saja dalam bentuk intervensi program lain sebagainya.
Dicontohkannya, seperti kerja sama Dinas Kesehatan dengan Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan.
“Jadi, setiap ibu hamil itu memperoleh 10 ayam betina dan 2 ekor ayam jantan. Sehingga ini mulai umur 1 bulan sampai 9 bulan bisa diambil sebagai makanan untuk asupan gizi ibu hamil. Dan juga setelah berkembang pada saat melahirkan mungkin untuk tambahan biaya persalinan,” imbuhnya.
“Walaupun memang kita sekarang ini membantu melalui Jaminan Persalinan (Jampersal) bagi ibu melahirkan yang tidak punya jaminan kesehatan, seperti BPJS dan lain sebagainya,” tandas Rizal. (RG-56)