GORUT (RAGORO) – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Gorontalo Utara (Gorut) menyeriusi dugaan penyalahgunaan wewenang dan Maladministrasi terkait pembangunan gedung Perpustakaan Daerah Gorut senilai Rp10 miliar yang diadukan beberapa aktivis yang tergabung dalam Suara Parlemen Jalanan (SPJ).
Dan sebagai tindak lanjut, Senin (28/6) kemarin, digelar rapat pimpinan dan gabungan komisi DPRD Gorut bersama OPD terkait. Termasuk menghadirkan pihak pengadu dari SPJ Gorut. Berdasarkan penjelasan jubir SPJ, Fajrin Ahmad setelah mendapatkan informasi yang dimana adanya dugaan kesalahan dalam penetapan sounding pembangunan pada gedung Perpustakaan daerah, pihaknya mencoba mengklarifikasi kepada Kepala Dinas Kearsiapan dan Perpustakaan, Salha Uno.
Fajrin mengungkapkan, saat mengklarifikasi itu, pihak Dinas Kearsipan dan Perpustakaan membantah dan menyatakan bahwa itu sudah sesuai dengan sertifikat yang telah diajukan ke kementerian. “Dan sertifikat tanah yang dimasukkan pada saat itu dengan luasan 6600 m3, padahal nomenklatur pembebasan lahannya itu adalah untuk bangunan gedung olahraga,” terangnya.
Sehingga pada pengarsipan, tanah tersebut kemudian dijadikan untuk pembangunan gedung Perpustakaan sebagaimana yang telah diusulkan ke kementerian dengan luasan 6600 m3. “Akan tetapi, setelah mencocokan data yang dipegang kami (SPJ) dan data copyan sertifikat asli yang ada di tangan kepala dinas, ternyata gedung perpustakaan itu bukan dibangun pada sertifikat tanah sesuai yang diusulkan kepada pihak kementerian,” jelasnya.
Namun berbeda dengan apa yang disampaikan pihak SPJ, Kepala Dinas Perpustakaan dan Kearsipan, Salha Uno menegaskan bahwa persoalan tanah bukanlah tugas dan wewenangnya melainkan ada OPD teknis yang dinilai memiliki tupoksi terkait dengan hal itu.
“Saya hanya melobi anggaran pembangunan gedung Perpustakaan, jumlahnya 10 Miliar dan itu saya minta persyaratan-persyaratannya dari pihak kementerian,” ujarnya. Setelah adanya persyaratan tersebut, Salha menyebut sesuai dengan penyampaian dari pihak Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Pertanahan (Perkim) bahwa dirinya hanya diberi gambar pertama lahan yang sudah dibayar oleh pemerintah daerah. “Saya tidak tahu ada lahan yang tidak ada sertifikat dan sudah ada sertifikat. Hanya diberikan gambar lahan yang katanya sudah dibayar oleh pemerintah daerah,” terangnya.
“Sehingga hal ini menjadi acuan saya untuk membuat titik koordinat pada lokasi pembangunan gedung saat ini,” sambungnya. Sementara itu, Wakil ketua Komisi I Matran Lasunte mengatakan dirinya mengaku khawatir, jika ada total luas lahan yang peruntukannya tidak sesuai dengan nomenklatur. “Saya mengkhawatirkan itu. Karena dilihat dari kasus yang ada bahwa ini ada persoalan lahan yang diganti di ujung peruntukannya,” terangnya.
Namun untuk mencari kebenaran data di lapangan, kata Matran perlu dilakukan identifikasi untuk dapat memastikan baik itu turun langsung ke lapangan dan juga meminta pernyataan dari pihak Dinas Perkim. “Kita harus identifikasi bagaimana sebenarnya titik persoalan, dan mencari jalan keluarnya. Sebab ketika ini dibiarkan akan semakin menambah kesemrautan administrasi penyelenggaraan pemerintahan yang ada di Kabupaten Gorontalo Utara,” tegasnya. (RG-56)